Minggu, 23 November 2014

HAPUSNYA KEWENANGAN NEGARA UNTUK MENUNTUT PIDANA



BAB I
PENDAHULUAN



A.        Latar Belakang
Pada perkembangannya dapat dipahami bahwa manusia cenderung untuk bersosialisasi atau bermasyarakat antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Hal itu untuk dapat bertahan hidup dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dalam hal ini, manusia membuat suatu kelompok dimana terdapat hubungan yang erat diantara mereka yang hidup dalam bermasyarakat, manusia slalu melakukan berbagai interaksi yang menimbulkan suatu akibat. Dimasyarakat ini sendiri terdapat suatu aturan atau peraturan yang timbul dengan sendirinya selama proses sosialisasi itu berlangsung maupun aturan yang sengaja dibuat untuk mengatur dan menciptakan ketertiban dalam masyarakat itu sendiri. Sikap tindak dalam melakukan setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang tidak selamanya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Adapun tindakan yang melanggar aturan atau peraturan hukum pidana tersebut dapat disebut dengn tindak pidana apabila memenuhi unsur dan ketentuannya yang sebagaimana telah diatur dalam KUHP.  Tindak pidana dapat diartikan suatu perbuatan yang mana bila dilanggar akan mendapatkan sanksi yang jelas dan sesuai dengan kitab UU Hukum Pidana. Dalam melakukan penuntutan pidana terhadap pelaku tindak pidana terhadap pelaku tindak pidana didalam KUHP diatur pula tentang hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, hal ini diatur dalam KUHP buku kesatu BAB VIII mengenai aturan umum.kewenanhan menuntut pidana sendiri merupakan hak negara yang dilakukan oleh aparat penegak hukum khususnya dalam hal ini adalah kejaksaan, untuk maka dalam perkara pidana diberikan jangka waktu hal ini berkaitan dengan daluwarsa yang diatur dalam pasal 76 sampai 85 KUHP terhadap penuntutan pidana dan daluwarsa terhadap penjalanan pidana.







B.        Rumusan Masalah
1.        Hal apakah menyebabkan hapusnya kewenangan negara untuk menuntut pidana dalam BAB VIII KUHP ?
2.        Bagaimana akibat dihapusnya kewenangan menjalankan pidana itu ?


C.  Tujuan penulisan
1.        Untuk mengetahui penyebab hapusnya kewenangan negara untuk menuntut pidana dalam BAB VIII KUHP
2.        Untuk mengetahui akibat dihapusnya kewenagan menjalankan pidana itu


















BAB II
PEMBAHASAN




A. Hal-hal penyebab hapusnya Kewenangan negara Menuntut Pidana dalam BAB VIII KUHP dan menjalankan pidana serta akibatnya
Penuntutan yang dilalui oleh pemerintahan menganggap telah atas dasar kemanfaatannya kepada masyarakat, dan apabila perkara tersebut tidak dituntut maka perkara tersebut tidak dapat dijatuhi pidana.contoh pasal 53 yaitu kalau terdakwa dengan suka rela mengurung niatnya untuk melakukan suatu kejahatan. Dan juga terdapat pada buku 1 BAB VIII KUHP Pasal 76 sampai 82 yang mengatur alasan dihapusnya kewenangan menuntut pidana yang disebut dengan penghapusan penuntutan( Vervolging Suits Luitings Gronden).[1]
Ada beberapa alasan mengapa kewenangan menuntut pidana itu jadi dihapuskan, yaitu:
a.                  Tidak adanya pengaduan pada delik-delik aduan
 Dalam BAB VII Pasal 72-75 diatur mengenai siapa saja yang berhak mengadu dan tenggang waktu pengaduan ayat 4 menyebutkan tentang “penarikan aduan dapat dilakukan sewaktu-waktu selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai”
 Bentuk-bentuk delik aduan terbagi 2 macam, yaitu;
1.        Delik aduan absolut bahwa kepentingan orang yang terkena tindak pidana itu melebihi kerugian yang diderita oleh umum, maka hukum memberikan pilihan kepadanya untuk mencegah atau memulai suatu proses penuntutan.



 Contoh: seorang perempuan yang belum kawin telah disetubuhi boleh memilih untuk menikahinya atau dijatuhi  pidana.contohnya juga pada pencabulan anak dibawah umur pada pasal 239 dan lain-lain.
2.        Delik aduan relative bahwa tidak bersifat pada kejahatan tetapi karena ada hubungan keturunan atau darah serta perkawinan. Dalam hal ini dapat menjadi alasan dalam mencegah penuntutan, yang berhak mengadu adalah. Dalam pasal 72 KUHP yaitu:
1.        Yang bersangkutan belum umur 18 tahun belum cukup umur dibawah pengampuan. Yaitu: oleh wakil yang sah dalam perkara perdata,wali pengampu, istri, saudara sederajat lurus,keluarga sedarah, menyimpang sampai derajat ke-3
2.        Jika yang besangkutan meninggal pasal 73 oleh: orang tua, anak,suami atau isteri.
3.        Dalam hal yang khusus seperti: pasal 284 tentang perzinahan yang berhak mengadu adalah suami atau isteri.
4.        Dalam melarikan wanita pasal 332 yang berhak mengadu adalah
a)        Jika belum cukup umur oleh wanita tersebut harus memberi ijin bila wanita kawin.
b)        Jika sudah cukup umur oleh suami atau isterinya.
c)        Tenggang waktu pengajuan pengaduanpasal 74 yaitu bertempat tinggal di indonesia 6 bulan sejak mengetahui, bertempat tinggal diluar indonesia 9 bulan sejak mengetahui adanya kejahatan.
d)       Penarikan kembali aduan bahwa ijin memberikan kewenagan penuntutan dilakukan secara tuntas, mka berlakunya daluwarsa tersebut.meskipun jangka waktu 3 bulan pasal 75. 
b.         Ne bis in idem
Yaitu (telah dituntut untuk kedua kalinya)yang diatur dalam pasaL 76 KUHP Ayat 1 menyebutkan bahwa orang yang tidak boleh dituntut dua kali karena  telah ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap orang terhadap siapa putusan itu dijatuhkan adalah tindak pidana yang dituntut sama dengan yang terdahulu.

Dalam istilahnya (nemodebet bis vaxeri).
Kegunaannya untuk menjaga martabat pengadilan, untuk merasa sudah pasti bagi terdakwa yang telah mendapat keputusan.
Syarat-syarat dalam asas ini adalah:
a.         Ada keputusan yang berkekuatan tetap
b.        Siap atas keputusannya
c.         Tindak pidana yang dituntut kedua adalah sama dengan yang pernah dipututskan terdahulu.[2]

 c.        Matinya terdakwa
pasal 77 yang bertanggung jawab bersifat pribadi. apabila hal ini terjadi maka dalam taraf pengusutan itu dihentikan apabila telah dimajukan maka penuntut umum harus oleh pengadilan dinyatakan tidak dapat diterima dengan tentunya apabila pengadilan banding atau kasasi maka harus memutuskan perkaranya.pengecualian diatur dalam pasal 361 dan pasal 363 HIR yaitu bahwa dalam hal menuntut denda ongkos perkara atau merampas barang-barang yang tertentu mengenai pelanggaran penghasilan negara dan cukai maka tuntutan itu dapat dilakukan kepada ahli waris oleh karena itu yang bersifat individual hukum acara pidana, baik wewenang penuntut umum  maupun wewenang untutk mengeksekusi pidana hapus karena kematian terdakwa atau terpidana. 
d.         Daluwarsa(verjaring)
 pasal 78 mengatur waktu, yaitu:
a.         Untuk semua pelanggaran dan kejahatan percetakan sesudah 1 tahun.
b.         Untuk kejahatan yang diancan dengan denda,kurungan atau penjara maksimal 3 tahun, daluwarsanya sesudah 6 tahun.
c.         Untuk kejahatan yang diancam pidana penjara lebih dari 3 tahun, daluwarsanya 12 tahun.
d.        Untuk kejahatan yang diancam pidana mati atau seumur hidup daluwarsanya sesudah 18 tahun.


Daluawarsa ini berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan kecuali hal-hal tertentu seperti ditangguhkan karena adanya perselisihan dalam hukum perdata.
Contoh: A melakukan tindak pidana pembunuhan biasa ( pasal 338 KUHP) pada tanggal 1 januari 2004 yang diancam pidana maksimal 15 tahun penjara. Jika A kemudian menghilang dan tidak tertangkap polisi, maka kewenangan penuntutan itu akan berakhir setelah waktu 12 tahun  ( 1 januari 2016).
Menurut pasal 79 tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan kecuali dalam hal-hal tertentu yang disebut dalam pasal tersebut menyangkut vorduurence delict( delik berlangsung terus lihat penjelasan dalam bab tentang jenis delik) adapun yang diatur dalam pasal ini:
a.         Kejahatan dalam mata uang pasal 244 perhitungan daluwarsa didasarkan pada waktu setelah uang diapakai atau diedarkan
b.        Kejahatan terhadap kemerdekaan seseorang pasal 328,329,330 dan 333 daluwarsa dihitung keesokan hari setelah orang tersebut dibebaskan atau ditemukan meninggal dunia.
c.         Kejahatan terhadap register kedudukan pasal 556 samapi 558 a, sehari setelah data tersebut dimasukkan dalam catatan register.
Menurut pasal 80nayat 1 tenggang daluwarsa terhenti atau tercegah apabila ada tindakan penuntutan (daad van vervolging), pada tindakan penuntutan yang menyerahkan kepada perkara sidang, mengajukan tuduhan.yang waktunya tidak dihitung.
Menurut pasal 81 ayat 1 penuntutan tertunda, apabila ada perselisihanyaitu perselisihan menrut hukum perdata terlebih dahulu diselesaikan sebelm acara pidana dapat diteruskan[3] hal ini agar terdakwa tidak diberi kesempatan untuk menunda-nunda penyelesaian perkara perdatanya dengan perhitungan dapat dipenuhi tenggang daluwarsa penuntutan pidana.



Menurut ayat 2 bagi orang sebelum cukup umurnya maka tempo waktu gugur dikurangi sepertiganya. Hal ini penyebabnya pidana itu dihapus yaitu:
1.        Menuntut tersangka karena terlalu jauhnya suatu kejadian yang ingin diadukan jadi semakin lama yang mengakibatkan hilangnya ingatan kejadian tersebut.
2.        Semakin lama semakin sulit menemukan pembuktian terhadap delik tersebut.
3.        Terjadinya penyelesaian diluar persidangan.
Pada pasal 82  ayat 1 berbunyi hak menuntut hukum karena pelanggaran yang terancam hukuman utama tak lain dari pada denda. Ayat 2 apabila perbuatan itu terencana maka denda itu dibayar sesuai dengan yang direncanakan. Ayat 3 apabila kesalahan itu dilakukan secara berulang ulang maka hak menuntut hukuman bisa ditambah.[4]
e.         Telah ada pembayaran denda
 Maksimum kepada pejabat tertentu untuk pelanggaran             yang hanya diancam dengan denda saja ( pasal 82 ). Dengan digunakan lembaga hukum afkoop(penebusan) atau schikking (perdamaian).[5]
f.          Ada abolisi atau amensti diluar KUHP.
Yaitu tentang pernyataan umum yang diatur oleh suatu aturan perundang-undangan yang memuat pencabutan semua akibat pemidanaan dari suatu delik tertentu demi kepentingan semua terpidana ataupun bukan. Oleh akrena itu amensti mencakup perkara dalam fase ante santatium (sebelum dijatuhkan putusan) maupun post santaium (pasca proses ajudikasi). Dalam abodisi merupakan hak prerogative presiden yang ditetapkan dalam UUD 1945 sebelum perubahan dalam abidisi ini mengandung penghapusan yang diberikan kepada perseorangan yang mencakup penghapusan seluruh akibat penjatuhan putusan, termasuk  putusan itu sendiri.




g.         Ada Grasi
Grasi tidak menghilangkan putusan hakim yang bersangkutan keputusan hakim tetap ada, tetapi pelaksanaannya dihapuskan atau dikurangi. Jadi grasi presiden berupa:
1)        Tidak mengeksekusi seluruhnya
2)        Hanya mengeksekusi sebagian saja.
3)        Mengadakan komutasi yaitu jenis pidananya diganti contoh penjara diganti dengan kurungan diganti dengan denda,pidana mati diganti penjara seumur hidup.
Menurut Remelink keadaan pada waktu hakim menjatuhkan putusan  tidak atau kurang diperhatiakn serta pertimbangan apabila sebelum ia ketahui maka akan mendorongnya akan menjatuhkan pidana atau tindakan lain bahkan sanksi. Gersi dapat dikabulkan apabila hukumannya tidak mencapai tujuan atas sasaran pemidanaan itu sendiri. Perihal proswdur grasi diatur dalam uu 22 tahun 2002 menurut ketentuan pasal 2 ayat 2  grasi hanya dapat dimohonkan bagi terpidana yang dijatuhi pidana mati, penjara seumur hidup penjara paling rendah 2 tahun dalam pasal 2 ayat 3 kecuali dalam hal:

1.        Terpidana yang pernah ditolak permohonannya grasinya dan telah lewat waktun 2 tahun sejak tanggal penolakan permohonan grasi tersebut.
2.        Terpidana yang pernah diberi grasi dari pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup dan telah lewat 2 tahun sejak tanggal keputusan pemberian grasi diterima.
Dalam pasal 3 permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana kecuali dalam hal putusan pidana mati. Permohona grasi dimaksud dalam pasal 6 dan pasal 7 diajukan secara tertulis oleh terpidana kuasa hukumnya, keluarganya kepada presid diterimanya serta salinannya dikirimkan kepada pengadilan yang memututskan perkara  pada tingkat pertama paling lambat 7 hari terhitung sejak diterimanya permohonan grasi dan salinanya.



Dalam jangka waktu paling lambat 20 hari terhitung sejak tanggal penerimaan salinan permohonan maka pengadilan tingkat pertama mengirimkan salinan permohonan berkas perkara terpidana kepada mahkamah agung dan dalam jangka waktu palinh lambat 3 bulan sejak terhitungnya sejak tanggal diterima salinan permohonan berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, jangka waktu penolakan atau pemberian sejak diterimanya pertimbangan mahkamah agung berupa keputusan presiden dapat berupa pemberian atau penokan grasi.[6]
Contoh lainnya kasus gugrnya hak menuntut  yaitu Sudi Ahmad salah seorang terdakwa kasus penyuapan Mahkamah agung yang ditahan dipolda metro jaya meninggal dunia sebelumnya, dia mengelukan sidang perkaranya yang terkatung-katung gara-gara hakimnya berseteru. Tahanan komisi pemberantas korupsi itu menghembuskan nafas terkhir di RS soekanto Bhayangkara ,kramat Jati Jakarta Timur, pukul 18:00 wib karena sakit hernia. Sejak saat itu kofri unit MA dirawat secara intensif. Terdakwa akan dioerasi namun keburu meninggal dunia. Kata wakil ketua KPK Tumpak Hatorangan Pangambean. Suyati isterinya sudi ahmad menggungkapkan sejak sabtu  20/5, perut suami membesar dan kembung.penyakit suaminya itu sudah lama terjadi dan sering kambuh. Pada saat sudah meninggalnya kasus mereka tampak tidak jelas penyelesaiannya sampai sekarang maka KPK akan meminta majelis hakim yang mengadili akan menggugurkan tuntutan karena perkaranya gugur karena hukum. Sesuai dengan pasal 40 UU no.30 tahun 2002 KPK tidak berhak mengeluarkan surat penghentian penyidikanmaupun penuntutan. Yang berhak adalah majelis hakim untuk mengadilinya. Disini menjelaskan bahwa sudi ahmad tentang kasus suap gugr demi hukum karena sudi sebagai terdakwa sudah meninggal dunia.tetapi kasus tersebut dilakukan penututpan karena bataldemi hukum maka majelis hakim harus membatalkan tuntutan dari Jaksa penuntut dengan mengeluarkan NO (Niet Ontvankelijk       Verklaard).[7]





 BAB III
PENUTUP


SIMPULAN
Dalam uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam hal penyebab hapusnya hak kewenagan negara untuk menuntut pidana dan penjalankannya ada beberapa hal yang perlu diketahui yaitu
1.        Tidak adanya pengaduan pada delik-delik aduan yaitu tentang perzinahan pasal 284, pencabulan pasal 287 sampai 288, melarikan wanita pasal 332 dan pencemaran nama baik pasal 319.
2.        Ne Bis In Idem didalamnya mengatur tentang tidak adanya dituntut 2 kali karena perbuatan yang pertama sudah diadili dengan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
3.        Matinya terdakwa yang sudah dijelaskan pada pasal 77bawa yang bertanggung jawab hanyalah orang yang bersifat individual.
4.        Daluwarsa pasal 78 yaitu bagi yang pelanggaran kejahatan percetakan sesudah 1 tahun,yang diancam denda selama penjara maksimum 3 tahun,daluawarsanya 6 tahun, kejahatan pidana selam penjara lebih 3 tahun daluwarsanya 12 tahun, untutk ancaman pidna mati atau seumur hidup  daluwarsanya 18 tahun.
5.        Telah adanya pembayaran denda maksimum kepada pejabat tertentu untutk pelanggaran yang diancam dengan denda saja pasal 82 KUHP. Didalamnya menyebutkan sebagai penebusan atau perdamaian.








6.        Amnesti dan abolisi yang pencabutannya diatur dalam UU yang skibst pemidanaannya terjadi pada suatu delik tertentu dengan delik tertentu lainya. Untuk kepentingan semua terpidana atau buka terpidana. Dan amnesti dan abolisi ini sudag diatur dalam UUD 1945sebelum perubahan. Serta abolisi ini disebut juga dengan penghapusan seluruh akibta penghukuman penjatuhan putusan
7.        Diluar dari kewenangan menuntut serta menjalankan KUHP yaitu dengan Gresi .
8.        Dalam pembahasan ini menjelaskan tentang penghapusan kewenangan negara untuk menuntut pidana dan menjalankan pidana dalam pasal 76 sampai pasal 85 BUKU 1 BAB VIII KUHPidana.





















DAFTAR PUSTAKA




Frans Maramis, hukum pidana umum dan tertulis di indonesia, Jakarta: PT.Raja Grapindo Persada, 2012

http://zrifmaronie.blogspot.com/2011/06/alasan hapusnya kewenangan menuntut pidana.html

http://repository.usu.ac.id/bitsteam/1527/3/pidana-berlin.pdf.txt     

 http://sendhynugraha.blogspot.com/2013/04/makalah-hapusnya-kewenangan-menuntut-pidana.html























[1] Frans Maramis, hukum pidana umum dan tertulis di indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grapindo Persada, 2012) 
[2] http://zrifmaronie.blogspot.com/2011/06/alasan hapusnya kewenangan menuntut pidana.html
[3]  http://zrifmaronie.blogspot.com/2011/06/alasan hapusnya kewenangan menuntut pidana.html
[5] ibid.html
[7] http://sendhynugraha.blogspot.com/2013/04/makalah-hapusnya-kewenangan-menuntut-pidana.html

2 komentar:

  1. dalam alasan kewenangan penghapus pidana terdapat beberapa hal yang perlu dipertanyakan yakni ....
    1. apa perbedaan antara alasan hapusnya kewenangan menuntut dengan hapusnya kewenangan menjalankan pidana ?
    makasih gan

    BalasHapus
    Balasan
    1. perbedaannya bisa langsung dilihat gan dari kata menuntut dan menjalankan, bila hapusnya kewenangan menuntut, maka sejak awal kasus itu hendak diusut atau dituntut oleh JPU bagaimanapun caranya tidak bisa dilakukan sebab adanya alasan-alasan yang telah disebutkan diatas

      namun bila hapusnya kewenangan menjalankan, dari awal kasus tersebut sudah melewati beberapa tahap dipengadilan dan sudah sampai pada taraf vonis/putusan hakim yang berkekuatan tetap tapi karena adanya alasan matinya terdakwa atau daluwarsa maka kewenangan menjalankan yang dipunyai terpidana menjadi hilang

      sebagai contoh daluwarsa dari hapusnya menjalankan pidana adalah di masa sekarang ini aja deh gan..... banyak kan tuh koruptor yang sudah divonis hakim tapi gak kunjung dipenjara-penjara nah lama kelamaan masa menjalankan pidananya bisa hapus tuhh....

      Hapus