Jumat, 22 Agustus 2014

GHARAR



BAB I
PENDAHULUAN

 Islam melarang semua bentuk transaksi yang mengandung unsur kejahatan dan penipuan. Di mana hak-hak semua pihak yang terlibat dalam sebuah perilaku ekonomi yang tidak dijelaskan secara seksama (terbuka/jelas), akan mengakibatkan sebagian dari pihak yang yang terlibat menarik keuntungan, akan tetapi dengan merugikan pihak yang lain.
Apapun bentuknya, segala aktivitas dalam bidang ekonomi yang tidak dihalalkan dalam Islam adalah suatu perilaku ekonomi yang mengandung unsur yang tidak halal, atau melanggar dan merampas hak kekayaan orang lain.
Al-Qur’an difokuskan untuk mengeleminasi semua bentuk kejahatan dan penipuan dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya. Dalam ekonomi islam itu sendiri mempunyai norma-norma perilaku ekonomi yg di larang dan yg diperbolehkan. Adapun Norma Prilaku Ekonomi Yang Dilarang Dalam Islam yaitu sebagai berikut,
1.Hakikat pelarangan
2.Tidak bermewah-mewah
3.Kriteria transaksi yang dilarang
4. Maysir (judi & spekulasi), dan
5. Gharar
            Perkembangan bisnis kontemporer demikian pesat, yang menjadi tujuan adalah mendapatkan keuntungan materi semata. Parameter agama dikesampingkan, yang menjadi ukuran adalah mendulang materi sebanyak-banyaknya. Ini merupakan ciri khas peradaban kapitalis ribawi yang memuja materi. Tidak mengherankan bila dalam praktek bisnis dalam bingkai ideologi kapitalis serba bebas nilai. Spekulasi, riba, manipulasi supply and demand serta berbagai kegiatan yang dilarang dalam Islam menjadi hal yang wajar.
            Salah satu praktek yang dilarang dalam Islam, tetapi lazim dilakukan di bisnis kotemporer ribawi adalah praktek gharar (uncertianty).




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian gharar
Gharar artinya keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan pihak lain.[1] Suatu akad mengandung unsur penipuan, karena tidak ada kepastian, baik mengenai ada atau tidak ada objek akad, besar kecil jumlah maupun menyerahkan objek akad tersebut.
Menurut imam Nawawi, gharar merupakan unsur akad yang dilarang dalam syari’at Islam.
Imam Al-Qarafi mengemukakan gharar adalah suatu akad yang tidak diketahui dengan tegas, apakah efek akad akan terlaksana atau tidak, seperti melakukan jual-beli ikan yang masih di dalam air (tambak).[2]
B.     Kategori-Kategori Gharar
Menurut mohd Bakir Haji Mansor, dalam bukunya Konsep-konsep syariah dalam perbamgkan dan keuangan Islam menjelaskan ada 2 kategori gharar.[3] Kategori-kategori gharar yang perlu diketahui Yaitu :
1)      gharar fahish (ketidakjelasan yang keterlaluan);
Adalah gharar yang berat dan dengannya dapat membatalkan akad. Gharar ini timbul dua sebab:pertam,barang sebagai objek jual beli tidak ada dan kedua,barang boleh diserahkan tetapi tidak sama spesifikasinya seperti yang dijanjikan
2)      gharar yasir (ketidakjelasan yang minimum)
adalah gharar yang ringan,keberadaannya tidak membatalkan akad. Sekiranya terdapat bentuk gharar semacam ini dalam akadjual beli, maka jual beli tersebut tetap sah menurut syara’
C.           Bentuk-bentuk jual-beli gharar
Menurut ulama fikih, bentuk-bentuk gharar yang dilarang adalah:
a.       Tidak ada kemampuan penjual untuk menyerahkan objek akad pada waktu terjadi akad, baik objek akad itu sudah ada maupun belum ada. Umpamanya menjual janin yang masih dalam perut binatang ternak tanpa menjual induknya.
b.      Menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual. Apabila barang yang sudah dibeli dari orang lain belum diserahkan kepada pembeli, maka pembeli itu belum boleh menjual barang itu kepada pembeli lain.
c.       Tidak ada kepastian tentang jenis pembayaran atau jenis benda yang dijual.
d.      Tidak ada kepastian tentang tertentu dari barang yang dijual. Umpamanya penjual berkata: “Saya menjual sepeda yang ada di rumah saya kepada anda”, tanpa menentukan ciri-ciri seepeda tersebut secara tegas. Termasuk ke dalam bentuk ini adalah menjual buah-buahan yang masih di pohon dan belum layak dikonsumsi.
e.       Tidak ada kepastian tentang jumlah harga yang harus dibayar. Umpamanya: orang berkata “Saya jual beras kepada anda sesuai dengan harga berlaku hari ini”. Padahal jenis beras juga macam-macam dan harganya tidak sama.
f.       Tidak ada kepastian tentang waktu penyerahan objek akad. Umpamanya: setelah seseorang meninggal. Jual-beli semacam ini termasuk gharar, karena objek akad dipandang belum ada.
g.      Tidak ada ketegasan bentuk transaksi, yaitu dua macam atau lebih yang berbeda dalam satu objek akad tanpa menegaskan bentuk transaksi mana yang dipilih waktu terjadi akad. Umpamanya: Sebuah motor dijual seharga Rp. 10.000.000,- dengan harga tunai dan Rp. 12.000.000- dengan harga kredit. Namun sewaktu terjadi akad, tidak ditentukan bentuk transaksi mana yang akan dipilih.
h.      Tidak ada kepastian objek akad, karena ada dua objek akad yang berbeda dalam satu transaksi. Umpamanya; salah satu dari dua potong pakaian yang berbeda mutunya dijual dengan harga yang sama.
i.        Kondisi objek akad, tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam transaksi. Umpamanya: menjual seekor kuda pacuan yang sedang sakit. Di dalamnya terdapat jual-beli gharar, karena baik penjual maupun pembeli bespekulasi dalam transaksi ini.
j.        Dalam transaksi disebutkan kualitas barang yang berkualitas nomor satu, sedangkan dalam realisasinya kualitasnya berbeda. Hal ini mungkin diketahui kedua belah pihak (ada kerja sama) atau sepihak saja (pihak pertama).
k.      Jual-beli dengan cara undian dalam berbagai bentuk.
l.        Mempermainkan harga. Dalam transaksi, harga barang dicantumkan dua kali atau tiga kali lipat dari harga pasaran.
m.    Cara lain adalah menginport atau mengeksport barang, tidak sesuai dengan dokumen yang ada.
n.      Menyamakan barang tiruan dengan asli seperti arloji, mas murni, dan imitasi dianggap sama, adalah termasuk penipuan dalam jual-beli. Tentu masih banyak lagi contoh-contoh lain, yang pada dasarnya ada mengandung unsur penipuan di dalamnya. Hal ini salah satu sebab merusak ekonomi masyarakat dan kemorosotan moral dalam bermuamalah. Dengan demikian tidak mendapat rahmat dari Allah.
D.    Macam Gharar :
1)      Gharar dalam transaksi, contoh : saya jual rumah ini kepada si A tapi si A harus jual rumahnya kepada saya (terkadang mengandung sesuatu tidak jelas).
2)      Gharar dalam objek transaksi, dalam barangnya, contoh : jual tumbuh-tumbuhan yang buahnya ada di dalam tanah.
v  Gharar dalam objek transaksi :
1)      Ketidakjelasan jenis objek transaksi (الجهالة في جنس المعقودعليه)
Mengetahui jenis obyek akad secara jelas adalah syarat sahnya jual beli. Maka jual beli yang obyeknya tidak diketahui tidak sah hukumnya karena terdapat gharar yang banyak di dalamnya. Seperti menjual sesuatu dalam karung yang mana pembeli tidak mengetahui dengan jelas jenis barang apa yang akan ia beli. Namun demikian terdapat pendapat dari Mazhab Maliki yang membolehkan transaksi jual beli yang jenis obyek transaksinya tidak diketahui, jika disyaratkan kepada pembeli khiyar ru’ya (hak melihat komoditinya).[4] Begitu juga dalam mazhab Hanafi menetapkan khiyar ru’yah tanpa dengan adanya syarat, berdasarkan hadis berikut:
Siapa yang membeli sesuatu yang belum ia lihat, maka ia berhak khiyar apabila telah melihat barang itu”.
            Akan tetapi ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa jual beli barang yang gaib tidak sah, baik barang itu disebutkan sifatnya waktu akad maupun tidak. Oleh sebab itu, menurut mereka, khiyar ru’yah tidak berlaku, karena akad itu mengandung unsure penipuan (gharar)
2)      Ketidakjelasan dalam macam objek transaksi (الجهالة في نوع المعقودعليه)
Gharar dalam macam obyek akad dapat menghalangi sahnya jual beli sebagaimana terjadi dalam jenis obyek akad. Tidak sahnya akad seperti ini karena mengandung unsure ketidakjelasan dalam obyeknya. Seperti seorang penjual berkata, “saya jual kepada anda binatang dengan harga sekian” tanpa menjelaskan binatang apa dan yang mana. Oleh karena itu obyek akad disyaratkan harus ditentukan secara jelas. Dasar ketentuan ini adalah larangan Nabi saw. mengenahi jual beli kerikil (bai’ al-Hashah) yang mirip judi dan biasa dilakukan oleh orang jahiliyyah. Yaitu jual beli dengan cara melemparkan batu kerikil kepada obyek jual beli, dan obyek mana yang terkena lemparan batu tersebut maka itulah jual beli yang harus dilakukan. Dalam hal ini pembeli sama sekali tidak dapat memilih apa yang seharusnya dinginkan untuk dibeli.[5]
Dari Abu Hurairah diceritakan, ia berkata: Rasulullah Saw melarang jual beli lempar krikil dan jual beli gharar. (HR. Muslim)
3)      Ketidakjelasan dalam sifat dan karakter objek transaksi ( (الجهالة في الصفة المعقودعليه
            Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama fiqh tentang persyaratan dalam menyebutkan sifat-sifat obyek transaksi dalam jual beli, akan tetapi mayoritas ulama fiqh berpendapat untuk mensyaratkannya. Diantara perbedaan itu adalah; Mazhab Hanafiyah melihat, bahwa jika obyek transaksinya terlihat dalam transaksi, baik itu komoditi ataupun uang, maka tidak perlu untuk mengetahui sifat dan karakternya. Tetapi jika obyek transaksinya tidak terlihat oleh penjual dan pembeli, maka para ulama fiqh mazhab Hanafiyah berselisih pendapat.
            Sebagian mensyaratkan penjelasan sifat dan karakter obyek akad, dan sebagian tidak. Mereka yang tidak mensyaratkan berpendapat bahwa ketidaktahuan sifat tidak menyebabkan perselisihan, disamping itu pembeli juga mempunyai hak khiyar ru’yah. Silang pendapat di atas adalah yang berkaitan dengan komoditi bukan harga, adapun tentang harga (tsaman) semua ulama sepakat untuk disebutkan sifat dan karakternya.
            Sedang Ulama Mazhab Maliki mensyaratkan penyebutan sifat dan karakter baik terhadap komoditi maupun harga (tsaman). Karena tidak adanya kejelasan dalam sifat dan karakter komoditi dan harga adalah merupakan gharar yang dilarang dalam akad. Begitu juga ulama mazhab Syafi’I mensyaratkan penyebutan sifat dan karakter komoditi dan mengatakan bahwa jual beli yang tidak jelas sifat dan karakter komoditinya hukumnya tidak sah kecuali jika pembeli diberi hak untuk melakukan khiyar ru’yah. Mazhab Hambali juga tidak membolehkan jual beli yang obyek transaksinya tidak jelas sifat dan karakternya.
4)      Ketidakjelasan dalam takaran objek transaksi (الجهالة في القدر المعقودعليه)
Tidak sah jual beli sesuatu yang kadarnya tidak diketahui, baik kadar komoditinya maupun kadar harga atau uangnya. Illat (alasan) hukum dilarangnya adalah karena adanya unsur gharar sebagaimana para ulama ahli fiqh dari mazhab Maliki dan Syafi’i dengan jelas memaparkan pendapatnya.
Contoh dari transaksi jual beli yang dilarang karena unsure gharar yang timbul akibat ketidaktahuan dalam kadar dan takaran obyek transaksi adalah bai’ muzabanah. Yaitu jual beli barter antara buah yang masih berada di pohon dengan kurma yang telah dipanen, anggur yang masih basah dengan zabib (anggur kering), dan tanaman dengan makanan dalam takaran tertentu. Adapun illat dari pengharamannya adalah adanya unsure riba yaitu aspek penambahan dan gharar karena tidak konkritnya ukuran dan obyek atau komoditi.
5)      Ketidakjelasan dalam zat objek transaksi (الجهالة في الذات المعقودعليه)
Ketidaktahuan dalam zat obyek transaksi adalah bentuk dari gharar yang terlarang. Hal ini karena dzat dari komoditi tidak diketahui, walaupun jenis, macam, sifat, dan kadarnya diketahui, sehingga berpotensi untuk menimbulkan perselisihan dalam penentuan. Seperti jual pakaian atau kambing yang bermacam-macam.
Mazhab Syafi’i, Hambali, dan Dhahiri melarang transaksi jual beli semacam ini, baik dalam kuantitas banyak maupun sedikit karena adanya unsur gharar. Sedang mazhab Maliki membolehkan baik dalam kuantitas banyak maupun sedikit dengan syarat ada khiyar bagi pembeli yang menjadikan unsure gharar tidak berpengaruh terhadap akad. Adapun mazhab Hanafiyah membolehkan dalam jumlah dua atau tiga, dan melarang yang melebihi dari tiga.
6)     Ketidakjelasan dalam waktu objek transaksi (الجهالة في الزمن المعقودعليه)
            Jual beli tangguh (kredit), jika tidak dijelaskan waktu pembayarannya, maka ia termasuk jual beli gharar yang terlarang.
            Seperti jual beli habl al-hablah, yaitu jual beli dengan sistem tangguh bayar hingga seekor unta melahirkan anaknya, atau hingga seekor unta melahirkan anak dan anak tersebut melahirkan juga anaknya. Jual beli semacam ini dikategorikan dalam jual beli gharar yang terlarang karena tidak ada kejelasan secara kongkrit dalam penentuan penangguhan pembayaran.
7)      Ketidakjelasan dalam penyerahan objek transaksi (عدم الفدرة على تسليم)
            Kemampuan menyerahkan obyek transaksi adalah syarat sahnya dalam jual beli. Maka jika obyek transaksi tidak dapat diserahkan, secara otomatis jual belinya tidak sah karena terdapat unsur gharar (tidak jelas). Seperti menjual onta yang lari atau hilang dan tidak diketahui tempatnya.Nabi Saw melarang jual beli seperti ini karena mempertimbangkan bahwa barang itu tidak dapat dipastikan apakah akan dapat diserahkan oleh penjual atau tidak.[6]
            Dari Hakim Ibn Hizam, ia berkata: Aku bertanya kepada Nabi Saw. kataku: wahai Rasulullah, seseorang datang kepadaku minta aku menjual suatu yang tidak ada padaku. Lalu aku menjualnya kepadanya, kemudian aku membelinya di pasar untuk aku serahkan kepadanya. Beliau menjawab : jangan engkau menjual barang yang tidak ada padamu. (HR. An-Nasa’i).
8)     Objek transaksi yang spekulatif
Gharar yang dapat mempengaruhi sahnya jual beli adalah tidak adanya (ma’dum) obyek transaksi. Yaitu keberadaan obyek transaksi bersifat spekulatif, mungkin ada atau mungkin tidak ada, maka jual beli seperti ini tidak sah. Seperti transaksi jual beli anak unta yang belum lahir dan buah sebelum dipanen. Seekor unta yang mengandung bisa jadi melahirkan dan ada kemungkinan tidak (keguguran), begitu juga buah terkadang berbuah dan terkadang juga tidak ada.
v  Macam Gharar ditinjau dari hukumnya :
1.      Gharar banyak hukum haram, contoh : menjual ikan diair
2.      Gharar sedikit hukum mubah, contoh :pondasi rumah ketika dibeli orang lain
3.      Gharar sedang hukum masih diperselisihkan para ulama
Contoh :
a.       Masalah Asuransi
b.      Wc umum (tidak ada kejelasan apakah mau beli airnya atau sewa tempatnya, contoh lain ; penjualan rumah, itu sudah pasti sama pondasinya, walaupun tidak disebutkan, memancing ikan, kalau niatnya ingin membeli ikan maka tidak boleh, karena ada unsure gharar, tetapi kalau menyewa tempat hal itu diperbolehkan.
c.       seperti restoran, dimana makan sekenyangnya, pokoknya sekali makan, hal ini tidak ada kejelasan masing-masing.
v  Macam Gharar ditinjau dari kandungannya ;
1.      Jual beli yang belum ada dan masih diragukan keberadaannya.
2.      Jual beli sesuatu yang tidak dapat atau mungkin diserahterimakan.
3.      Jual beli al majhul (sesuatu yang tidak jelas atau tidak diketahui).
v  Gharar dalam Transaksi :
1.      Kesepakatan satu transaksi
2.      Jual beli dengan hilangnya uang muka
3.      Jual beli jahiliyah (dengan sentuhan, lemparan batu)
4.      Jual beli bergantung
5.      Jual beli al-Mudhof, contoh : si A menjual barang, kalau kontan haraganya Rp 1000 tetapi kalau kredit harganya Rp 1200, kemudian si pembeli mengatakan saya beli barang ini, tapi disini si pembeli tidak menentukan 2 kesepaktan itu. ini termasuk gharar kabir, contoh lain jual rumah dengan jual rumah lagi.
E.     Kriteria Gharar Yang Diharamkan    
Bai' al-Gharar adalah setiap jual beli yang mengandung ketidak jelasan dan perjudian.Gharar dihukumi haram bilamana terdapat salah satu kriteria berikut:
1.      Jumlahnya besar.
Jika gharar yang sedikit tidak mempengaruhi keabsahan akad, seperti: pembeli mobil yang tidak mengetahui bagian dalam mesin atau pembeli saham yang tidak mengetahui rincian aset perusahaan.
Ibnu Qayyim berkata, "gharar dalam jumlah sedikit atau tidak mungkin dihindari niscaya tidak mempengaruhi keabsahan akad, berbeda dengan gharar besar atau gharar yang mungkin dihindari".
Al Qarafi berkata, gharar dalam bai' ada 3 macam:
-          Gharar besar membatalkan akad, seperti menjual burung di angkasa.
-          Gharar yang sedikit tidak membatalkan akad dan hukumnya mubah, seperti ketidakjelasan pondasi rumah atau ketidakjelasan jenis benang qamis yang dibeli.
-          Gharar sedang, hukumnya diperselisihkan oleh para ulama, apakah boleh atau tidak.Al Baji berkata, "gharar besar yaitu rasionya dalam akad terlalu besar snehingga orang mengatakan bai' ini gharar".
2.      Keberadaannya dalam akad mendasar.
Jika gharar dalam akad hanya sebagai pengikut tidak merusak keabsahan akad. Dengan demikian menjual binatang ternak yang bunting, menjual binatang ternak yang menyusui dan menjual sebagian buah yang belum matang dalam satu pohon dibolehkan. Walaupun janin, susu dan sebagian buah tersebut tidakjelas, karena keberadaanya hanya sebagai pengikut.
3.      Akad yang mengandung gharar bukan termasuk akad yang dibutuhkan orang banyak.
Jika suatu akad mengandung gharar dan akad tersebut dibutuhkan oleh orang banyak hukumnya sah dan dibolehkan. Ibnu Taimiyah berkata," mudharat gharar di bawah riba, oleh karena itu diberi rukhsah (keringanan) jika dibutuhkan oleh orang banyak, karena jika diharamkan mudharatnya lebih besar daripada dibolehkan". Dengan demikian dibolehkan menjual barang yang tertimbun dalam tanah, seperti: wortel, bawang, umbi-umbian dan menjual barang yang dimakan bagian dalamnya, seperti: semangka telur dan lain-lain sekalipun terdapat gharar. Karena kebutuhan orang banyak untuk menjual dengan cara demikian tanpa dibuka terlebih dahulu bagian dalamnya atau dicabut dari tanah.
4.      Gharar terjadi pada akad jual-beli.
Jika gharar terdapat pada akad hibah hukumnya dibolehkan.
Misalnya:
-       Seseorang bersedakah dengan uang yang ada dalam dompetnya padahal dia tidak tahu berapa jumlahnya. Atau seseorang yang menghadiahkan bingkisan kepada orang lain, orang yang menerima tidak tahu isi dalam bingkisan tersebut, maka akadnya sah walaupun mengandung gharar.




BAB III
PENUTUP
Gharar artinya keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan pihak lain. Suatu akad mengandung unsur penipuan, karena tidak ada kepastian, baik mengenai ada atau tidak ada objek akad, besar kecil jumlah maupun menyerahkan objek akad tersebut.
Macam Gharar :
·         Gharar dalam transaksi, contoh : saya jual rumah ini kepada si A tapi si A harus jual rumahnya kepada saya (terkadang mengandung sesuatu tidak jelas).
·         Gharar dalam objek transaksi, dalam barangnya, contoh : jual tumbuh-tumbuhan yang buahnya ada di dalam tanah.














Daftar Pustaka

Abdul Wahid,Nazaruddim.2010. Sukuk (memahami & membedah  Obligasi pada Perbankan Syariah).Yogyakarta:Ar-Ruzz Media 
Anwar,Syamsul.2007. Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dalam Fiqh Muamalah,Jakarta: Rajawali Pers
Haroun,Nasroun.2000. Fiqh Muamalah,Jakarta: Gaya Media Pratama,
M. Ali Hasan,2003 Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta: Rajawali Pers,
                                                          




[1] M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam….Hal.147
[2] Ibid,Hal.147
[3] Nazaruddin Abdul Wahid,SUKUK …..Hal.68
[4] Khiyar ru’yah adalah hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu obyek yang belum ia lihat ketika akad berlangsung. Nasroun Haroun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), h. 137
[5] Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dalam Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), h. 191
[6] Ibid,hal.191

1 komentar: